Transisi Energi Menuju Indonesia Zero Emission Di Tahun 2060
Jakarta, 11 Oktober 2023 – Beberapa hari yang lalu pada tanggal 10 – 13 Oktober kemarin telah berlangsung event Indonesia Susainable Energy Week (ISEW) 2023 di Hotel Kempinski, Jakarta.
Event ini membahas dan mengupas tuntas mengenai terobosan baru, kebijakan, dan inovasi yang mendorong peralihan global ke energi terbarukan sebagai upaya menekan perubahan iklim dan emisi gas rumah kaca.
Event ini Gratis tanpa dipungut biaya dan merupakan kerjasama antara Kementerian PPN/Bappenas, GIZ Indonesia dan Institute for Essential Services Reform (IESR) . Dengan tujuan untuk merubah narasi transisi energi di Indonesia. Salah satu caranya adalah melalui peningkatan pemahaman publik terhadap isu transisi energi dan perubahan iklim, agar masyarakat lebih peka bahwa Indonesia yang bebas emisi, akan lebih menguntungkan untuk semua pihak.
Tahapan menuju Nett Zero Emission tersebut menuntut adanya pengurangan konsumsi energi fosil, khususnya bahan bakar minyak dan batu bara secara masif dan berkelanjutan serta mendorong EBT, selain itu bagaimana trend yang diperkirakan akan terjadi di masa percepatan transisi energi mendorong investasi dalam usaha mengkomersialisasikan teknologi energi bersih dan baru. Dengan di selenggarakannya ISEW 2023 diharapkan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya energi terbarukan, juga mengilhami tindakan nyata untuk mencapai tujuan tersebut.
Pemerintah telah menetapkan target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Untuk mencapainya telah dirancang Peta Jalan menuju NZE dan ditetapkan pula melalui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2022-2050. Dengan harapan energi transisi jangan sampai mengganggu pertumbuhan ekonomi. Sedangkan secara posisi global kurang dari 10 tahun emisi di Indonesia makin memburuk.
“Kekeringan yg sangat masive, banjir, dan mungkin di pertemukan dengan krisis pangan dalam waktu dekat. Maka dari itu Indonesia punya misi dalam tahun 2060 nett zero emission. Kita harus bergerak cepat dan kita membutuhkan aksi yang tanggap dan terencana”
imbuh Yudiandra Yuwonk, salah satu advisor GIZ.
Sejumlah upaya terus dilakukan pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM selama masa transisi menuju nett zero emission pada 2060. Selain merevisi kebijakan energi nasional dan menyusun strategi yang akan dilakukan mencapai target tersebut, pemerintah juga terus berupaya melakukan dekarbonisasi untuk menjadikan Indonesia lebih kompetitif.
Lanjutnya, Sistem dengan net zero emission, harus diikuti massive growth sector. Kedua hal ini terjadi jika dibuat untuk menjamin memastikan kesejahteraan masyarakat. Contohnya dengan menggunakan listrik untuk mobil listrik utk keperluan pribadi, tidak akan berdampak besar jika dibandingkan menggunakan daya listrik utk meningkatkan pembangunan dan juga fungsi rumah sakit.
Dr., ir., Cuk Supriyadi Ali Nandar , Head of energy convertion PRKKE (BRIN) juga mengungkapkan berikut beberapa cluster yang bisa di subtitusi. Namun riset saat ini masih memanfaatkan potensi lokal dengan penerapan fuel cell pada sistem microgrid di daerah yang terisolasi.
Cluster 1 : Bahan Bakar Padat (batubara & biomassa)
Mencoba menghindari Pensiun dini PLTU dengan penggunaan biomassa.
Cluster 2 : Renuable Energy
Dengan riset ocean energy & riset sistem ketenagalistrikan dengan penetrasi tinggi VRE.
Cluster 3 : Bahan Bakar Cair ( bio diesel)
Dengan banyak peluang dan tantangan. Riset yang diperlukan : Proses produksi, penanganan & penyimpannya, juga desain engine nya.
Cluster 4 : Bahan Bakar Gas (hidrogen)
Tantangannya harganya masih mahal, sdm ahli dan juga belum ada regulasi maupun standartnya.
Sedangkan speaker selanjutnya, Iwan Adhisaputra selaku Senior Advisor Castlerock membahas tentang Energi dalam waktu 5 tahun kedepan di Indonesia. Konsumsi listrik yang terus menukik naik dalam kurun waktu 20 tahun. Dan semua pemenuhan energi listrik tersebut masih menggunakan PLTU dengan energi batubara.
Apa yg dapat kita dan pemerintah lakukan bersama disaat masa transisi menuju energi bersih pada saat ini? Kita memiliki 5 prioritas :
- Akselrasi Perkembangan energi Terbarukan
- Develop energi baru
- Support regional development
- Mempersiapkan dampak perubahan energi dan lingkungan
- Sustainable financing
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah kendala pada masa transisi?
Yang menjadi kendala adalah bahan baku substitusinya.
Misalnya Bahan bakar padat batubara menjadi biomassa yang masih terbatas dan masih sedikit digunakan, atau energi surya (solarcell) menjadi tantangan kedepan dengan adanya peningkatan efisiensi karena masih ada keterbatasan teknologi. Penerapan di laut dan darat aplikasinya pun akan berbeda. Begitu juga dengan standarisasi Harga, Bagaimana sih menurunkan harga? Pemerintah harus segera mengembangkan teknologi supaya bisa menurunkan harga.
Begitupun dari sisi pemerintah Dalam jangka panjang, Bagaimana mencapai tujuan dan asumsi yg sama? Sulitnya membuat koordinasi kelembagaan dan stakeholders lainnya. Mature teknologi harus di percepat, dengan harga yang sesuai. Juga kerjasama dengan pemerintah daerah supaya bisa di elaborate dengan daerahnya.
Chrisnawan Anditya – Head of Planning Bureau, MEME menyebutkan bahwa temperatur yang tinggi dampak pemanasan global akan berdampak pada pangan. Sehingga perlunya collective action dari semua pihak.
Indonesia menggunakan energi gas dan minyak batu bara (energi fosil) terbanyak karena itulah energi termurah namun bukan energi terbarukan. Targetnya sangat ambisius, namun sudah diperhitungkan dengan potensi yang ada di indonesia. Dan rencananya Pada tahun 2030 sudah tidak ada lagi pembangunan PLTU. Soe & private, media, government, academia & NGO harus bersama2 bekerja sama menuju NZE.
Konklusi dari sesi kali ini adalah, Perlu pendekatan komperhensif dari segi sosial & ekonomi dalam transisi energi, salah satu energi tidak terbarukan adalah batu bara.
Contohnya Akan ada pekerjaan yang hilang jika pekerjaan yang berkaitan dengan batubara dihilangkan. Misalnya bisa dialihkan ke sekor yg mirip misalnya konstruksi, walaupun memang agak sulit utk adaptasi karena batu bara cukup berbeda dengan pekerjaan lainnya.
Timon dari Wupertal institute di Jerman, membuat kajian tentang sustainability salah satunya tentang batu bara. Ia menjelaskan dari kajian tersebut ditemukan bahwa
Ditemukan bahwa ketersediaan batubara di indonesia hanya cukup untuk 60-70 tahun kedepan. Sehingga transisi bukanlah pilihan tetapi sebuah keharusan.
Timon dari Wupertal institute di Jerman
Hal ini perlu peran aktif bukan hanya dari pemerintah, melainkan juga dari semua stakeholder untuk bisa mengembangkan dan memaksimalkan potensi dan sumber daya energi baru terbarukan maupun SDM untuk menyukseskan transisi energi yang sudah dicanangkan. Dengan kerja sama dan kolaborasi dari berbagai pihak, transisi energi di Indonesia dapat berjalan secara adil dan berkelanjutan, sehingga dapat memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.